Di era global warming ini, banyak pihak yang berusaha menekan polusi dan menggerakkan program ramah lingkungan. Tidak ketinggalan, produsen kereta api dunia saling berlomba untuk memberikan kereta api terbaik yang ramah lingkungan. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menekan konsumsi energi pada kereta api telah dibahas sebelumnya, misalnya Penggunaan Space dan RegenerativeBraking. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada sumber energi kereta.
Dari segi keramahan lingkungan, diantara kereta diesel dan kereta listrik, manakah yang lebih environment friendly (ramah lingkungan)? Mungkin banyak diantara kalian yang menjawab bahwa kereta api listrik lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap. Coba pikirkan kembali. Memang kereta listrik mendapatkan listrik dari mana? Listrik untuk jaringan LAA juga diperoleh dari pembangkitan, dimana sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia adalah tanaga uap( hasil pembakara batu bara) dan tenaga diesel juga. Bedanya hanya, polusi yang dihasilkan oleh kereta api listrik terfokus di lingkungan pembangkitan tetapi dalam jumlah besar, sedangkan polusi yang dihasilan kereta api diesel dibawa sepanjang lintas namun dalam jumlah kecil. Jika dilihat dari kemampuan regenerative braking, kereta api diesel elektrik pun bisa melakukan regenerative braking dengan menyimpan energinya di ESS (Energy Storage System) seperti super capasitor dan baterai ( konsep kereta api hybrid).
Untuk meningkatkan environment friendly inilah maka dikembangkan kereta api berbahan bakar hydrogen yang gas. Kereta api berbahan bakar hydrogen sering disebut dengan Hydrail sedangkan kereta api berbahan bakar gas biasanya memakai gas jenis LNG (Liquid Natural Gas).
Gambar 1. Lokomotif berbahan bakar LNG, Kanada
(www.ge.com)
LNG menjadi pilihan dengan dua alasan utama. Pertama harganya lebih murah dibanding HSD untuk diesel. Kedua reduksi atau pengurangan emisi yang ditawarkan LNG cukup signifikan. Menurut data dari www.railway-technology.com, LNG dapat mengurangi emisi karbon sampai 30 % dan emisi nitrogen sampai dengan 70 %. Sedangkan kekurangan bahan bakar ini adalah efisiensi mesin gas yang masih rendah. Seiring riset dan peningkatan effisiensi mesin bahan bakar LNG kedepannya akan sangat menjanjikan. Adapun Kanada sudah membuat prototype lokomotif berbahan bakar LNG ini pada September 2012.
Selain LNG, hydrogen banyak dilirik oleh produsen kereta api. Pasalnya, jenis bahan bakar ini sangat ramah lingkungan, dimana energy dari hydrogen diperoleh melaui fuelcell yang mengkonversi hydrogen menjadi air. Gambar berikut menunjukkan proses untuk mendapatkan energi dari hydrogen.
Gambar 2. Skematik full cell dengan hydrogen [1 ]
Kereta api berbahan bakar hydrogen pertama adalah Coradia iLint yang diproduksi oleh perusahaan Corodia Lint (milik Alstom). Diperkenalkan pada Innotrans 2016 dan berikutnya akan dioperasikan secara komersil pertama di Jerman. Kereta api dengan top speed 140 km/jam ini mampu menempuh jarak hingga 800 km dengan satu tangki penuh hydrogen dan membawa 300 orang penumpang. Salah satu kendala pengembangan hydrail adalah fasilitas operasi yang belum memadai, seperti misalnya tempat pengisian bahan nakar dan lain sebagainya.
Gambar 3. Corodia iLint (http://www.renewableenergyfocus.com)
English title: Renewable Energy for Railway
Artikel terkait:
Reff:
[1 ] S Hillmansen, The application of fuel cell technology to rail transport operation, Department of Mechanical Engineering, Imperial College, iMechE 2003