Dunia Kereta dan Dunia Listrik, Ada disini!

Rabu, 29 Agustus 2018

Dunia Kereta - Kereta Api Ramah Lingkungan


Di era global warming ini, banyak pihak yang berusaha menekan polusi dan menggerakkan program ramah lingkungan. Tidak ketinggalan, produsen kereta api dunia saling berlomba untuk memberikan kereta api terbaik yang ramah lingkungan. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menekan konsumsi energi pada kereta api telah dibahas sebelumnya, misalnya Penggunaan Space dan RegenerativeBraking. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada sumber energi kereta.

Dari segi keramahan lingkungan, diantara kereta diesel dan kereta listrik, manakah yang lebih environment friendly (ramah lingkungan)? Mungkin banyak diantara kalian yang menjawab bahwa kereta api listrik lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap. Coba pikirkan kembali. Memang kereta listrik mendapatkan listrik dari mana? Listrik untuk jaringan LAA juga diperoleh dari pembangkitan, dimana sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia adalah tanaga uap( hasil pembakara batu bara) dan tenaga diesel juga. Bedanya hanya, polusi yang dihasilkan oleh kereta api listrik terfokus di lingkungan pembangkitan tetapi dalam jumlah besar, sedangkan polusi yang dihasilan kereta api diesel dibawa sepanjang lintas namun dalam jumlah kecil. Jika dilihat dari kemampuan regenerative braking, kereta api diesel elektrik pun bisa melakukan regenerative braking dengan menyimpan energinya di ESS (Energy Storage System) seperti super capasitor dan baterai ( konsep kereta api hybrid).



Untuk meningkatkan environment friendly inilah maka dikembangkan kereta api berbahan bakar hydrogen yang gas. Kereta api berbahan bakar hydrogen sering disebut dengan Hydrail sedangkan kereta api berbahan bakar gas biasanya memakai gas jenis LNG (Liquid Natural Gas).


Gambar 1. Lokomotif berbahan bakar LNG, Kanada
(www.ge.com)

LNG menjadi pilihan dengan dua alasan utama. Pertama harganya lebih murah dibanding HSD untuk diesel. Kedua reduksi atau pengurangan emisi yang ditawarkan LNG cukup signifikan. Menurut data dari www.railway-technology.com, LNG dapat mengurangi emisi karbon sampai 30 % dan emisi nitrogen sampai dengan 70 %. Sedangkan kekurangan bahan bakar ini adalah efisiensi mesin gas yang masih rendah. Seiring riset dan peningkatan effisiensi mesin bahan bakar LNG kedepannya akan sangat menjanjikan. Adapun Kanada sudah membuat prototype lokomotif berbahan bakar LNG ini pada September 2012.

Selain LNG, hydrogen banyak dilirik oleh produsen kereta api. Pasalnya, jenis bahan bakar ini sangat ramah lingkungan, dimana energy dari hydrogen diperoleh melaui fuelcell yang mengkonversi hydrogen menjadi air. Gambar berikut menunjukkan proses untuk mendapatkan energi dari hydrogen.


Gambar 2. Skematik full cell dengan hydrogen [1 ]

Kereta api berbahan bakar hydrogen pertama adalah Coradia iLint yang diproduksi oleh perusahaan Corodia Lint (milik Alstom). Diperkenalkan pada Innotrans 2016 dan berikutnya akan dioperasikan secara komersil pertama di Jerman. Kereta api dengan top speed 140 km/jam ini mampu menempuh jarak hingga 800 km dengan satu tangki penuh hydrogen dan membawa 300 orang penumpang. Salah satu kendala pengembangan hydrail adalah fasilitas operasi yang belum memadai, seperti misalnya tempat pengisian bahan nakar dan lain sebagainya.


Gambar 3. Corodia iLint (http://www.renewableenergyfocus.com)

English title: Renewable Energy for Railway

Artikel terkait:

Reff:
[1 ] S Hillmansen, The application of fuel cell technology to rail transport operation, Department of Mechanical Engineering, Imperial College, iMechE 2003

Share:

Senin, 20 Agustus 2018

Dunia Kereta - Regenerative Braking dan ESS pada Kereta Api


Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melakukan penghematan pada konsumsi energi kereta api adalah dengan menggunakan regenerative braking dan ESS. Regenerative braking adalah proses brake pada motor traksi dimana motor diubah menjadi generator sehingga mengubah energi kinetic kereta api menjadi energi listrik. Sedangkan ESS sendiri adalah singkatan dari Energy Storage System, pada kereta biasanya dipakai super capasitor, baterai, atau flywheel.

Seperti pengertian dari regenerative braking, maka metode ini bisa diterapkan pada setiap kereta yang memiliki motor traksi baik kereta diesel maupun kereta listrik. Menurut salah satu rujukan, regenerative braking pada MRT bisa memberikan penghematan energi hingga 30 % [1]. Pada KRL dan KRDE bahkan cukup dengan mengandalkan regenerative braking bisa menghentikan kereta hal ini karena motor traksi pada KRL dan KRDE cukup banyak, multiple unit. Sedangkan pada lokomotif regenerative braking hanya membantu sedikit motor traksi hanya ada di loko saja.



Gambar. Penempatan ESS di stasiun [2]

Listrik hasil regenerative braking juga tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Biasanya listrik regenerative braking dari kereta yang datang ke stasiun dipakai oleh kereta lain yang akan berangkat dari stasiun. Cara seperti ini perlu pengaturan jadwak kereta yang baik. Sedangkan jika listrik hasil regenerative braking yang mengalir balik ke Listrik aliran Atas (LAA) tetapi tidak ada kereta lain yang menggunakan maka akan membahayakan kabel LAA karena terjadinya overvoltage (kelebihan tegangan kabel). Untuk itu, biasanya setiap kereta yang mampu melakukan regenerative braking dilengkapai dengan brake resistor (BR) untuk membuang overvoltage tadi.

Pemakaian BR berarti membuang energi listrik menjadi panas dan tidak termanfaatkan. Para meneliti ahirnya menggunakan ESS (energy storage system) yang dipakai untuk menyimpan energi hasil regenerative braking agar dapat dimanfaatkan kembali. Beberapa alternative ESS adalah baterai, super capasitor, dan flywheel. Super capasitor menjadi unggulan karena mampu charge dan discharge dalam waktu cepat. Charge cepat diperlukan untuk menampung energi hasil regenerative braking yang besar namun singkat. Sedangkan discharge cepat diperlukan untuk akselerasi kereta. Baterai tidak diunggulkan karena proses charge dan discharge yang lama. Sedangkan flywheel karena massa nya terlalu berat.

Dengan adanya ESS pada kereta, maka energi hasil regenerative dapat disimpan untuk dipakai nanti. Akan tetapi, adanya ESS membuat berat kereta bertambah. Untuk itu, ada usulan alternative lain dimana ESS ditempatkan statis di stasiun. Jadi setiap ada kereta api yang hendak berhenti dengan regenerative brake ke sebuah stasiun, energi hasil pengeremannya disimpan dalam ESS statis. Dari ESS statis, energi listrik bisa dipakai untuk kebutuhan stasiun seperti pencahayaan, AC dan lain sebagainya. Baca: Flywheel: Solusi Efisiensi Kereta Listrik.


English title: Reducing energy consumption of railway by applied regenerative braking and ESS

Artikel terkait:

[1] C. Chen, H. Chuang, and J. L. Chen, Analysis of dynamic load behaviour for electrified mass rapid transit systems, in 34th IEEE In- dustry Applications Conference (Thirty-Fourth IAS Annual Meeting), 1999, vol. 2, pp. 992-998.
[2] Arturo Gonzalez-Gil, Roberto Palacin, Paul Batty, Sustainable urban rail systems: strategies and technologies for optimal management of regenerative braking energy, www. Elsevier.com.

Share:

Senin, 06 Agustus 2018

Dunia Kereta - Loses pada Konversi Energi Kereta Api




Kereta Rel Diesel Elektrik (voith.com)

Sebelum membahas lebih jauh tentang rugi daya pada konversi energi kereta api, mari kita pelajari secara singkat tentang konversi energi pada kereta api. Telah kita ketahui bahwa KRD adalah kereta yang memiliki sumber penggerak dari diesel sedangkan KRL sumber energi penggeraknya dari Listrik Aliran Atas (LAA). Pada KRD, mesin diesel memperoleh energi dari pembakaran BBM menjadi gerakan mesin (energi kimia menjadi energi gerak). Setelah itu energi diteruskan untuk memutar gardan pada jenis kereta diesel hidrolik atau untuk memutar generator pada kereta diesel elektrik. Dari generator menghasilkan listrik, diolah di VVVF  hingga akhirnya bisa memutar motor listrik untuk menggerakkan kereta api. Pada perubahan – perubahan tadi terjadi konversi energi. Begitupula pada KRL, energi listrik dari LAA diolah oleh VVVF sehingga menggerakkan motor traksi (perubahan energi listrik menjadi energi mekanik gerak). Karena setiap komponen yang dilalui energi tadi tidak ideal, dalam artian energi tidak terkonversi secara sempurna, ada sebagian kecil yang hilang menjadi panas akibat gesekan dan lainnya, maka dikenal dangan adanya rugi daya (loses).

Gambar diatas menunjukkan perbandingan rugi daya pada kereta EMU ICE 3 dan kereta berlokomotif Re 465. Grafik diatas dibaca urut dari kiri mulai dari gear, motor, seterusnya hingga auxiliary.

Dari data gambar diatas, terlihat jelas bahwa motor traksi menyumbang loses yang paling besar. Gearbox meskipun bekerja secara mekanis, tetap memiliki loses meskipun kecil. Untuk mnghilangkan rugi – rugi gearbox, saat ini sedang dikembangkan metode direct drive. Dimana dengan metode ini, traction motor langsung terkoneksi ke axle. Kandidat motor traksi yang bisa dipakai dengan cara ini adalah permanent magnet motor(PMSM) dan transversal flux motor. Selain itu dari segi traction motor, PMSM juga menjadi unggulan karena dengan daya yang sama dengan motor induksi, PMSM memiliki dimensi yang lebih kecil, sehingga lebih ringan.

Dilihat dari segi trafo, EMU memiliki loses yang lebih besar daripada lokomotif. Hal ini karena, semakin besar transformer maka semakin efisien. Untuk itu, dalam pendesainan transformer sangat penting mempertimbangkan faktor effisiensi dan beratnya.

Selanjutnya kita tengok kereta berpenggerak disesel. Seperti telah dijelaskan pada artikel: Lokomotif Diesel, kereta berpenggerak diesel jenis lokomotif maupun multiple unit (DMU) memiliki tiga jenis trasmisi yaitu mekanik, hidrolik, dan elektrik. Telah dijelaskan diatas, bahwa transmisi adalah peralatan untuk konversi energi yakni dari energi gerak (putaran mesin diesel) menjadi energi gerakan roda kereta. Pernahkan kalian berpikir kira – kira jenis transmisi apakah yang paling effisien? Apakah mekanik, atau elektrik, ataukah hydrolic. Saya yakin banyak diantara kalian menjawab elektrik. Berikut jawabannya berdasarkan data dari DSB (Danish State Railways).


Berdasarkan data tabel diatas, terlihat jelas bahwa dengan menggunkan egine yang sama diperoleh effisiensi transmisi mekanik paling besar. Sedangkan effisiensi elektrik dan hydrolik sama(hampir sama). Effisiensi transmisi mekanik paling tinggi karena tahapan pengubahan energi gerak dari mesin diesel ke gerak roda kereta lebih sedikit daripada lainnya. Misalnya saja untuk transmisi elektrik, energi gerak mesin diesel untuk memutar generator, setelah itu listrik masuk traction inverter, traction motor, gerbox baru roda. Semakin banyak tahapan maka semakin banyak loses. Berikutnya ditinjau dari optimum engine load, dengan transmisi mekanik dan elektrik engine dapat bekerja di titik optimal itulah kenapa percepatan (akselerasi) pada kedua jenis transmisi ini lebih baik dari pada transmisi hidrolik. Terakhir dari segi regenerative braking (recuperation) jenis transmisi elektrik memiliki peluang yang paling besar.

Mungkin ada pertanyaan, jika transmisi mekanik memiliki efisiensi paling tinggi kenapa jarang dipakai? Hal ini karena transmisi mekanik tidak fleksibel dan berat. Untuk kereta dengan daya besar, transmisi mekanik memiliki massa yang besar membuat berat kereta semakin besar. Transmisi elektrik paling disukai kerena paling fleksibel. Energi pada transmisi elektrik diteruskan melalui kabel yang lebih fleksibel dalam penempatannya.

English title: Losses in Railway Converter

Artikel terkait:

Share:

Translate

Tentang Penulis

Tentang Penulis
[click foto utk detail]

Follow IG

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Highlight

Dunia Kereta - Flywheel: Solusi Efisiensi Energi Kereta Listrik

Seperti telah kita pelajari bersama pada Sistem Propulsi Kereta Rel Listrik (KRL)  bahwa pada KRL memungkinkan tiga jenis pengereman yaitu ...

Flag Counter

Flag Counter