Dunia Kereta dan Dunia Listrik, Ada disini!

Selasa, 11 Desember 2018

Dunia Kereta - Hyperloop


Hyperloop, sudah sering kali kita dengar dan baca di internet. Sebenarnya apa itu hyperloop? Hyperloop adalah konsep transportasi kecepatan tinggi masa depan dimana kereta berbentuk kapsul meluncur dalam sebuah tabung. Konsep hyperloop sendiri pertama kali dipublikasikan oleh gabungan antara Tesla dan SpaceX, yang mana keduanya adalah milik Elon Musk, pada tahun 2012. Kemudian prototype pertamanya dipublikasikan pada Agustus 2013. Dan sekarang konsep hyperloop dibuka untuk umum, opensource, sehingga siapapun bisa mengembangkannya.


Gambar 1. Ilustrasi hyperloop
Hyperloop sendiri merupakan pengembangan dari maglev dimana penggunaan tabung sepanjang jalurnya untuk mengurangi drag force atau gaya gesek udara. Pada kecepatan tinggi, gaya gesek udara memiliki pengaruh yang signifikan. Dengan lintasan tabung yang hampa udara, maka gaya gesek udara dapat diminimalisir sehingga hyperloop capsule bisa melaju hingga kecepatan 700 mph atau setara 1080 km/jam. Baca: Macam – macam train resistance.
Gambar 2. General komponen hyperloop

Untuk cara kerja dan sistem yang ada di hyperloop hampir sama dengan yang ada di maglev. Keduanya memakai motor linier, dimana stator berada disepanjang jalur, sedangkan rotor ada di body kereta. Baca: Motorlinier. Untuk itu pada kereta dibekali baterai sebagai sumber tenaga baik sistem propulsi maupun auxiliarynya. Pada maglev, untuk menghindari gaya gesek dengan lintas, maka dipakai sistem magnetic levitation. Konsep magnet dengan kutub yang sama saling tolak – menolak. Sedangkan pada hyperloop, ada yang memakai konsep yang sama, tetapi ada juga yang memanfaatkan tabung atau tunel lintasan yang hampa udara, sehingga kereta yang ada di dalamnya bisa terapung.

Untuk meminimaliser penggunaan energi, maka hyperloop dibuat dengan material khusus yaitu carbon viber. Diamana material ini delapan kali lebih kuat dari alumunium dan sepuluh kali lebih kuat dari besi. Tetapi satu setengah kali  kali lebih ringan dari alumunium dan lima kali lebih ringan dari besi. Sehingga energi untuk propulsinya bisa diminimumkan.


Gambar 3. Perbandingan waktu tempuh dengan hyperloop

Beberapa perusahaan yang saat ini mengembangkan hyperloop adalah Virgin Hyperloop One, Hyperloop Transportation Technologies, dan TransPod. Untuk saat ini hyperloop baru sekedar pengembangan dan belum dikomersialkan. Salah satu targetnya yaitu pada tahun 2020 di UEA bekerjasama dengan Hyperloop One.


Reff:
https://hyperloop-one.com
https://en.wikipedia.org/wiki/Hyperloop

Share:

Rabu, 21 November 2018

Dunia Kereta - Hemat Energi dengan Pengaturan Pola Operasi Kereta Api

Upaya penghematan energi pada kereta api telah banyak dilakukan. Selain dengan cara optimisasi desain dan sistem pada rolling stock, cara lain yang sudah banyak dipakai adalah dengan memperbaiki pola operasi kereta api. Bagaimana bisa pola operasi mempengaruhi konsumsi energi? Sebagai contoh, kereta rel listrik (KRL) A dan B ketika melewati jalur yang sama dari stasiun X menuju Y, apakah kita bisa memastikan konsumsi energi kedua kereta sama?
Pola operasi sangat mempengaruhi konsumsi energi. Pada contoh diatas, sudah dapat dipastikan bahwa akselerasi atau percepatan dan pengereman kedua kereta tidak sama meskipun jalur yang dilalui sama. Pola ini bisa dioptimiasi untuk dapat menekan konsumsi energi, misalnya pada jarak sekian sampai sekian kereta harus akselerasi, kemudian coasting, kemudian braking atau lainya. Sudah banyak penelitian dilakukan tentang optimisasi energi kereta api berdasarkan pola operasi ini.



Untuk mendapatkan energi efisien pada operasional kereta api maka ada beberapa hal yang perlu ditinjau yaitu: penjadwalan, dwelltime, driving advice system, dan pemakaian lintas. Selanjutnya, akan kita bahas satu demi satu secara ringkas dan padat.


Gambar. Pusat Kendali Lintas Kereta Api
(railtechnologymagazine.com)

Pertama penjadwalan. Secara teori, efisiensi energi yang tinggi pada kereta api akan diperoleh jika kecepatan rendah dan juga tidak berhenti ditengah perjalanan. Berhenti ditengah perjalanan, berarti akan ada akselerasi untuk menjalankan kereta api lagi yang memakan banyak energi. Akan tetapi, kenyataannya, penjadwalan kereta api lebih berpedoman pada penggunaan lintas untuk bisa mengangkut sebanyak mungkin penumpang. Untuk itu, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan driving advice system yang mana buffer time penjadwalan bisa diatur lebih fleksibel berdasar kondisi kepadatan lintas. Buffer time adalah waktu jeda antara jadwal satu kereta dengan kereta lain. Pada operasional KRL misalnya, ketika di jam luang maka buffer time antar kereta bisa diperbesar dan sebaliknya.Hal ini karena semakin lama waktu perjalanan, maka kereta api bisa berjalan pelan dengan energi yang minimum.
Kedua dwell time. Dwell time adalah waktu berhenti di stasiun. Waktu kedatangan kereta api di stasiun sangat memperngaruhi ketepatan jadwal. Sedangkan terjadinya delay berarti kemungkinan hemat energi berkurang. Delay bisa disebabkan oleh: problem pada kereta maupun lintas, jumlah penumpang keluar masuk kereta yang banyak, dan lamanya waktu penumpang mencari kereta sesuai tiketnya. Salah satu upaya untuk mengurangi kemungkinan delay ini adalah dengan memperbaiki platform stasiun sehingga penumpang bisa dengan mudah menemukan kereta yang akan dinaiki meskipun kondisi crowded.


Ketiga, driving advices system (DAS). Seperti dibahas sebelumnya bahwa buffer time merupakan kesempatan emas untuk dapat melakukan penghematan energi. Karena, dengan semakin banyak buffer time maka kereta dapat berjalan lebih pelan yang berkaitan degan konsumsi energi lebih rendah. Untuk bisa memanfaatkan buffer time dengan baik maka diperlukan driving advice system, yaitu sistem yang dapat menyarankan pola operasi yang paling effisien kepada driver atau masinis. Tanpa DAS, maka masinis hanya berpatokan pada jadwal, dalam artian masinis bisa memacu kereta sampai speed limit, kemudian ketika sampai lebih cepat di stasiun tujuan maka bisa istirahat sambil menunggu jam keberangkatan. Pola yang demikian berarti tidak bisa memanfaatkan buffer time dengan baik untuk menghemat energi. DAS yang terkoneksi secara online bisa memperkirakan dan memberi masukan masisnis tantang pola operasi yang paling hemat energi. Misalnya pada jarak tertentu kecepatan kereta harus diset berapa, pada jarak tertentu kapan kereta harus coasting, braking , dan sebagainya. Coasting adalah kondisi dimana kereta api berjalan meluncur karena traction motor dimatikan, ibaratnya motor yang kita lepas gas masih berjalan sendiri.

DAS sudah banyak dikembangkan, salah satunya di Jerman dengan sistemnya yang bernama ESF (Energiesparende Fahrweise). Sistem yang dikembangkan oleh German DB AG bekerjasama dengan Hannover University ini mampu memberikan saran kepada masinis kapan waktu yang tepat untuk coasting berdasarkan data lintas, data kereta, penjadwalan, posisi, dan waktu. Sistem ini sudah dibuktikan mampu memberikan penghematan energi hingga 5 % pada kereta German ICE.
Keempat, pemakaian lintas. Seperti dijelaskan sebelumnya, delay sangat dihindari dalam upaya penghematan energi pada kereta api. Kondisi saat ini adalah semakin banyak jumlah kereta dengan lintas yang terbatas. Bahkan di beberapa negara kapasistas lintas sudah mendekati limit. Sehingga terkadang terjadi kemacetan, dalam artian penumpukan kereta di persilangan dan menimbulkan delay. Salah satu cara untuk keluar dari masalah ini adalah dengan menggunakan sistem moving block signaling sehingga utilitas penggunaan lintas dapat lebih fleksibel. Cara lain adalah dengan mengintegrasikan semua kereta pada DAS sehinga kecepatan kereta bisa diatur dan tidak datang ke persilngan secara bersamaan.


Demikian pembahasan pada tema hemat energi dengan pengaturan pola operasi kereta api. Dapat disimpulkan bahwa penghematan energi dengan pola operasi dapat diwujudkan dengan menggunakan DAS, Driving Advice System. Semoga menambah pengetahuan dan bermanfaat.

English title: Energy Efficient Driving

Artikel terkait:

Share:

Selasa, 16 Oktober 2018

Dunia Kereta - Hemat Energi dengan Kurangi Konsumsi Auxiliary

Selain dipakai untuk tenaga penggerak propulsi, energi pada kereta juga digunakan untuk beban – beban auxiliary seperti lampu, air conditioning (AC), audio-video dan sebagainya. Bahkan di Eropa, hampir seperlima energi pada kereta api terpakai untuk komponen auxiliary. Oleh kerana itu, dengan mengurangi konsumsi eneri auxiliary, maka konsumsi energi kereta secara keseluruhan bisa dihemat.


Komponen auxiliary yang menyedot energi terbanyak adalah AC atau HVAC (Heating Ventilating Air Conditioner). HVAC dipakai di negara empat musim dimana pada musim panas berfungsi sebagai pendingin dan sebaliknya pada musim dingin sebagai pemanas. Gambar 1 adalah data konsumsi energi dari beberapa komponen auxiliary. Terlihat bahwa HVAC menghabiskan 83 % dari total energi yang diserap auxiliary.


Gambar 1. Prosentase konsumsi energi komponen auxiliary

Cara pertama untuk menekan konsumsi energi dari sistem AC atau untuk meningkatkan efisiensi adalah dengan memperbaiki isolasi ruangan sehingga udara dingin atau panas yang dihasilkan tidak bocor keluar dan udara luar tidak masuk ke dalam kereta. Akan tetapi, aturan perkeretaapin mensyaratkan adanya fresh air atau udara luar yang masuk (ventilasi) sebesar 20 m3/ jam/ seat (untuk eropa). Karena hal ini, maka di kereta ada ventilasi yang dibuat. Oleh karena itu, solusi kedua adalah dengan menggunakan smart window ventilasi dimana hanya terbuka saat diperlukan sehingga udara AC tidak bocor keluar. Salah satu teknologi smart window adalah dengan memanfaatkan sensor CO2, dimana CO2 mencerminkan jumlah penumpang, sehingga udara ventilasi tidak lagi 20 m3/ jam/ seat tetapi 20 m3 /jam/ penumpang. Standar untuk Indonesia sendiri adalah minimum 9 m3/jam/ penumpang.


Selanjutnya, pada HVAC mode pemanas, maka dapat dilakukan cara ketiga yaitu dengan memanfaatkan panas dari sistem propulsi sehingga energi panas tidak terbuang percuma. Hal ini dapat dilakukan dengan heat exchanger. Terakhir cara keempat yaitu dengan menerapkan teknologi inverter. AC inverter sudah banyak dipakai pada ruangan karena kelebihannya. Gambar 2 menunjukkan perbandingan AC non-inveter dan AC-inverter secara umum, tidak khusus railway.

Gambar 2. AC inverter vs AC Non-Inverter

Berdasarkan gambar 2 maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan AC inverter dibanding AC non-inverter adalah:
  • Lebih cepat dingin, atau menuju suhu yang disetting
  • Variable speed, artinya motor kompresornya bisa diatur kecepatannya sehingga dapat dengan halus mencapai suhu setting dengan energy yang lebih rendah. Inilah faktor kenapa AC inverter lebih hemat energi. AC non-inverter memakai kecepatan konstan, sehingga kalau suhu panas komprosor bekerja, ON, setelah suhu terlalu dingin, compressor OFF, mekanisme ini dilakukan untuk menuju suhu setting. Seperti terlihat pada gambar 2 jalur yang naik – turun.
  • Lebih tenang suaranya, karena tidak ada mekanisme ON-OFF seperti pada AC non-inverter

Akan tetapi, dimana ada kelebihan pasti ada kekurangan. Kekurangan utama AC inverter adalah harganya yang mahal. Sehingga dari segi harga, untuk saat ini, AC non-inverter masih unggul. Aplikasi AC kereta sendiri, beberapa produk baru sudah menerapkan AC inverter.

Gambar 3. AC Kereta Api

English title: Reducing auxiliary power consumption

Artikel terkait:

Reff:
www.masstransitmag.com

Share:

Kamis, 27 September 2018

Dunia Kereta - Lokomotif Listrik


Berbicara tentang lokomotif, sebelumnya telah kita bahas tentang lokomotif diesel hidrolik dan lokomotif diesel elektrik karena keduanya banyak di pakai di Indonesia. Selanjutnya pada sub bab ini kita akan membahas tentang lokomotif listrik yang sudah banyak dimanfaatkan di luar negeri, meskipun di Indonesia sendiri belum ada. Akan kita pelajari bersama tentang komponen dan cara kerja dari lokomotif listrik.



Gambar 1. Lokomotif listrik dan komponennya (http://www.railway-technical.com/)

Gambar 1 menunjukkan sebuah lokomotif listrik beserta komponennya. Akan kita bahas satu-persatu mulai dari sumber listrik hingga ke motor traksi. Pada gambar 1 garis warna merah menunjukkan aliran listrik AC satu phasa, garis biru menunjukan aliran listrik DC dan garis pink menunjukkan listrik AC 3 phasa. Sistem lokomotif pada gambar diatas adalah LAA listrik AC (biasanya 25 kV 50/60 Hz) dan motor traksi listrik AC.



Dimulai dari Overhead line (Listrik Aliran Atas – LAA) listrik masuk ke sistem kereta melalui pantograph kemudian melewati Circuit Breaker (CB) sebagai sistem proteksi/ pengaman yang akan memutus aliran listrik apabila terjadi gangguan.  Kemudian listrik dilanjutkan masuk ke transformer untuk diturunkan tegangannya dengan trafo step-down. Dari trafo listrik masuk ke rectifier untuk diubah menjadi listrik DC. Selanjutnya, listrik DC masuk ke main inverter dan auxiliary inverter. Output dari main inverter adalah listrik AC 3 phasa untuk menggerakkan motor traksi. Biasanya satu main inverter dapat menggerakkan hingga empat motor traksi dengan susunan parallel, sesuai dengan daya inverter dan motor yang dipakai.


Gambar 2. Lokomotif Listrik  (http://www.toshiba.co.jp)

Disisi lain auxiliary inverter berfungsi untuk menghasilkan listrik 3 phase yang dipakai untuk supply beban auxiliary seperti cooling fan, compressor, motor blower dll. Cooling fan bertugas untuk mendinginkan komponen – komponen yang ada dalam lokomotif. Compressor bertugas menghasilkan udara pengereman untuk supply air brake dan motor blower sebagai pendingin motor traksi. Karena menghasilkan listrik 3 phase dengan frekuensi konstan maka auxiliary inverter dikenal dengan sebutan SIV (Static Inverter) sedangkan main inverter yang menghasilkan listrik dengan frekuensi yang bervariasi disebut VVVF (Variable Volatage Variable Frequency). Baca: VVVF danSIV.

Selanjutnya ada juga auxiliary rectifier yang berfungsi menghasilkan listrik DC untuk charging baterai dan juga beban DC seperti lampu depan, lampu sinyal, dan wiper. Baterai disini dipakai untuk back-up ketika emergency. Terakhir axle brush dipakai sebagai jalur arus balik. Seperti halnya lampu rumah kita yang memakai dua kabel, satu kabel fase dan satu kabel netral, maka pada kereta kabel fasenya adalah LAA dan kabel netralnya adalah rel itu sendiri.

Share:

Kamis, 20 September 2018

Dunia Kereta - Jenis Kereta Api

Pada kesempatan ini kita akan pelajari bersama jenis kereta api. Utamanya kereta api yang masih banyak dioperasikan, tidak termasuk kereta api uap. Di Indonesia sendiri sekarang mulai bermunculan banyak tipe kereta api, ada kereta api antar kota/ antar provinsi, ada MRT, LRT, dan akan dibangun pula kereta high speed. Apa saja perbedaan beberapa jenis kereta api tadi? Mari kita bahas satu demi satu.

LRT
LRT atau Light Rail Transit merupakan jenis MRT dengan kapasitas medium. LRT merupakan perpaduan antara MRT dan bis sehingga banyak kita temui LRT berjalan pada lintasan yang sebadan dengan jalan raya. LRT sendiri ada yang berjalan dengan tenaga diesel dan ada yang bertenaga listrik. Ciri lain LRT adalah jarak antar stasiun yang cukup pendek yakni 1 – 3 km dan berjalan dengan kecepatan rata – rata 60 km/ jam. Sedangkan dari segi lintasan, dimungkinkan sharing dengan jenis kereta api lain, misal kereta barang dsb. Perlintasan pada jalur LRT juga dimungkinkan.

MRT
MRT atau Mass Rapid Transit terkadang disebut sebagai metro juga subway. Merupakan jenis kereta api yang melayani perkotaan dengan kapasitas yang cukup besar, lebih besar dari LRT. Agar dapat berjalan cepat, rapit, di perkotaan, maka MRT biasanya memiliki jalur khusus baik di bawah tanah, undergroud, atau juga di atas tanah, elevated. Ciri lain dari MRT adalah jarak antar stasiun 2 – 3 km dengan kecepatan rata – rata 80 km/ jam. Kebanyakan MRT bertenaga listrik karena mempertimbangkan polusi ketika berjalan di lintasan lorong bawah tanah.



Gambar 1. MRT Jakarta (finance.detik.com)
Commuter rail

Gambar 2. Kereta Commuter Jakarta (www.krl.co.id)

Commuter rail adalah kereta api regional atau jarak dekat yang menghubungkan perkortaan dengan daerah – daerah disekitarnya. Misalnya commuter rail Jakarta yang menghubungkan Bekasi, Tengerang ke Pusat Ibu Kota Jakarta. Perbedaan commuter dengan MRT adalah, commuter tidak memiliki jalur khusus, biasanya sharing lintasan dengan kereta lain. Jadi jangan heran jika tiket MRT lebih mahal. Jarak antar stasiun pada commuter sekitar 1 – 3 km dengan kecepatan rata – rata 80 km/ jam.

Intercity rail
Intercity rail adalah kereta antar kota atau antar provinsi seperti yang sering kita jumpai misalnya Sancaka, Logawa dll. Jarak antar stasiunnya cukup jauh yaitu 5 – 160 km sehingga pada kereta ini disediakan fasilitas toilet, kafe(kereta makan) bahkan ada jenis kereta tidurnya. Kecepatan kereta jenis ini rata – rata 100 km/ jam. Lintasan pada intercity rail dimungkinkan untuk sharing dengan jenis kereta lain, perlintasan juga sering ditemui pada lintas kereta ini. Jenis kereta ini ada yang ditarik lokomotif ada juga yang berpenggerak sendiri seperti kereta Prameks yang ada di Solo.

High speed rail
High speed rail atau kereta cepat merupakan jenis kereta dengan kecepatan diatas 150 km/ jam. Kereta super cepat yang bahkan bisa diadu dengan pesawat ini dipakai untuk jarak jauh minimal 100 km. Dengan kecepatan yang tinggi, lintasan kereta ini didesain khusus dimana tidak ada kereta jenis lain maupun perlintasan disana. Pada umumnya kereta high speed bertenaga listrik dan jenis multiple unit (kereta berpenggerak) seperti shinkansen. Akan tetapi ada juga kereta cepat yang ditarik lokomotif yaitu Siemens Charger yang dioperasikan oleh Amtrak dengan kecepatan maksimum 201 km/jam.


Gambar 3. High speed rail
(https://phys.org/news/2013-04-australian-high-rail-worth.html)

Referensi:

Share:

Rabu, 29 Agustus 2018

Dunia Kereta - Kereta Api Ramah Lingkungan


Di era global warming ini, banyak pihak yang berusaha menekan polusi dan menggerakkan program ramah lingkungan. Tidak ketinggalan, produsen kereta api dunia saling berlomba untuk memberikan kereta api terbaik yang ramah lingkungan. Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menekan konsumsi energi pada kereta api telah dibahas sebelumnya, misalnya Penggunaan Space dan RegenerativeBraking. Pada kesempatan ini pembahasan kita fokuskan pada sumber energi kereta.

Dari segi keramahan lingkungan, diantara kereta diesel dan kereta listrik, manakah yang lebih environment friendly (ramah lingkungan)? Mungkin banyak diantara kalian yang menjawab bahwa kereta api listrik lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap. Coba pikirkan kembali. Memang kereta listrik mendapatkan listrik dari mana? Listrik untuk jaringan LAA juga diperoleh dari pembangkitan, dimana sebagian besar pembangkit listrik di Indonesia adalah tanaga uap( hasil pembakara batu bara) dan tenaga diesel juga. Bedanya hanya, polusi yang dihasilkan oleh kereta api listrik terfokus di lingkungan pembangkitan tetapi dalam jumlah besar, sedangkan polusi yang dihasilan kereta api diesel dibawa sepanjang lintas namun dalam jumlah kecil. Jika dilihat dari kemampuan regenerative braking, kereta api diesel elektrik pun bisa melakukan regenerative braking dengan menyimpan energinya di ESS (Energy Storage System) seperti super capasitor dan baterai ( konsep kereta api hybrid).



Untuk meningkatkan environment friendly inilah maka dikembangkan kereta api berbahan bakar hydrogen yang gas. Kereta api berbahan bakar hydrogen sering disebut dengan Hydrail sedangkan kereta api berbahan bakar gas biasanya memakai gas jenis LNG (Liquid Natural Gas).


Gambar 1. Lokomotif berbahan bakar LNG, Kanada
(www.ge.com)

LNG menjadi pilihan dengan dua alasan utama. Pertama harganya lebih murah dibanding HSD untuk diesel. Kedua reduksi atau pengurangan emisi yang ditawarkan LNG cukup signifikan. Menurut data dari www.railway-technology.com, LNG dapat mengurangi emisi karbon sampai 30 % dan emisi nitrogen sampai dengan 70 %. Sedangkan kekurangan bahan bakar ini adalah efisiensi mesin gas yang masih rendah. Seiring riset dan peningkatan effisiensi mesin bahan bakar LNG kedepannya akan sangat menjanjikan. Adapun Kanada sudah membuat prototype lokomotif berbahan bakar LNG ini pada September 2012.

Selain LNG, hydrogen banyak dilirik oleh produsen kereta api. Pasalnya, jenis bahan bakar ini sangat ramah lingkungan, dimana energy dari hydrogen diperoleh melaui fuelcell yang mengkonversi hydrogen menjadi air. Gambar berikut menunjukkan proses untuk mendapatkan energi dari hydrogen.


Gambar 2. Skematik full cell dengan hydrogen [1 ]

Kereta api berbahan bakar hydrogen pertama adalah Coradia iLint yang diproduksi oleh perusahaan Corodia Lint (milik Alstom). Diperkenalkan pada Innotrans 2016 dan berikutnya akan dioperasikan secara komersil pertama di Jerman. Kereta api dengan top speed 140 km/jam ini mampu menempuh jarak hingga 800 km dengan satu tangki penuh hydrogen dan membawa 300 orang penumpang. Salah satu kendala pengembangan hydrail adalah fasilitas operasi yang belum memadai, seperti misalnya tempat pengisian bahan nakar dan lain sebagainya.


Gambar 3. Corodia iLint (http://www.renewableenergyfocus.com)

English title: Renewable Energy for Railway

Artikel terkait:

Reff:
[1 ] S Hillmansen, The application of fuel cell technology to rail transport operation, Department of Mechanical Engineering, Imperial College, iMechE 2003

Share:

Senin, 20 Agustus 2018

Dunia Kereta - Regenerative Braking dan ESS pada Kereta Api


Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk melakukan penghematan pada konsumsi energi kereta api adalah dengan menggunakan regenerative braking dan ESS. Regenerative braking adalah proses brake pada motor traksi dimana motor diubah menjadi generator sehingga mengubah energi kinetic kereta api menjadi energi listrik. Sedangkan ESS sendiri adalah singkatan dari Energy Storage System, pada kereta biasanya dipakai super capasitor, baterai, atau flywheel.

Seperti pengertian dari regenerative braking, maka metode ini bisa diterapkan pada setiap kereta yang memiliki motor traksi baik kereta diesel maupun kereta listrik. Menurut salah satu rujukan, regenerative braking pada MRT bisa memberikan penghematan energi hingga 30 % [1]. Pada KRL dan KRDE bahkan cukup dengan mengandalkan regenerative braking bisa menghentikan kereta hal ini karena motor traksi pada KRL dan KRDE cukup banyak, multiple unit. Sedangkan pada lokomotif regenerative braking hanya membantu sedikit motor traksi hanya ada di loko saja.



Gambar. Penempatan ESS di stasiun [2]

Listrik hasil regenerative braking juga tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Biasanya listrik regenerative braking dari kereta yang datang ke stasiun dipakai oleh kereta lain yang akan berangkat dari stasiun. Cara seperti ini perlu pengaturan jadwak kereta yang baik. Sedangkan jika listrik hasil regenerative braking yang mengalir balik ke Listrik aliran Atas (LAA) tetapi tidak ada kereta lain yang menggunakan maka akan membahayakan kabel LAA karena terjadinya overvoltage (kelebihan tegangan kabel). Untuk itu, biasanya setiap kereta yang mampu melakukan regenerative braking dilengkapai dengan brake resistor (BR) untuk membuang overvoltage tadi.

Pemakaian BR berarti membuang energi listrik menjadi panas dan tidak termanfaatkan. Para meneliti ahirnya menggunakan ESS (energy storage system) yang dipakai untuk menyimpan energi hasil regenerative braking agar dapat dimanfaatkan kembali. Beberapa alternative ESS adalah baterai, super capasitor, dan flywheel. Super capasitor menjadi unggulan karena mampu charge dan discharge dalam waktu cepat. Charge cepat diperlukan untuk menampung energi hasil regenerative braking yang besar namun singkat. Sedangkan discharge cepat diperlukan untuk akselerasi kereta. Baterai tidak diunggulkan karena proses charge dan discharge yang lama. Sedangkan flywheel karena massa nya terlalu berat.

Dengan adanya ESS pada kereta, maka energi hasil regenerative dapat disimpan untuk dipakai nanti. Akan tetapi, adanya ESS membuat berat kereta bertambah. Untuk itu, ada usulan alternative lain dimana ESS ditempatkan statis di stasiun. Jadi setiap ada kereta api yang hendak berhenti dengan regenerative brake ke sebuah stasiun, energi hasil pengeremannya disimpan dalam ESS statis. Dari ESS statis, energi listrik bisa dipakai untuk kebutuhan stasiun seperti pencahayaan, AC dan lain sebagainya. Baca: Flywheel: Solusi Efisiensi Kereta Listrik.


English title: Reducing energy consumption of railway by applied regenerative braking and ESS

Artikel terkait:

[1] C. Chen, H. Chuang, and J. L. Chen, Analysis of dynamic load behaviour for electrified mass rapid transit systems, in 34th IEEE In- dustry Applications Conference (Thirty-Fourth IAS Annual Meeting), 1999, vol. 2, pp. 992-998.
[2] Arturo Gonzalez-Gil, Roberto Palacin, Paul Batty, Sustainable urban rail systems: strategies and technologies for optimal management of regenerative braking energy, www. Elsevier.com.

Share:

Senin, 06 Agustus 2018

Dunia Kereta - Loses pada Konversi Energi Kereta Api




Kereta Rel Diesel Elektrik (voith.com)

Sebelum membahas lebih jauh tentang rugi daya pada konversi energi kereta api, mari kita pelajari secara singkat tentang konversi energi pada kereta api. Telah kita ketahui bahwa KRD adalah kereta yang memiliki sumber penggerak dari diesel sedangkan KRL sumber energi penggeraknya dari Listrik Aliran Atas (LAA). Pada KRD, mesin diesel memperoleh energi dari pembakaran BBM menjadi gerakan mesin (energi kimia menjadi energi gerak). Setelah itu energi diteruskan untuk memutar gardan pada jenis kereta diesel hidrolik atau untuk memutar generator pada kereta diesel elektrik. Dari generator menghasilkan listrik, diolah di VVVF  hingga akhirnya bisa memutar motor listrik untuk menggerakkan kereta api. Pada perubahan – perubahan tadi terjadi konversi energi. Begitupula pada KRL, energi listrik dari LAA diolah oleh VVVF sehingga menggerakkan motor traksi (perubahan energi listrik menjadi energi mekanik gerak). Karena setiap komponen yang dilalui energi tadi tidak ideal, dalam artian energi tidak terkonversi secara sempurna, ada sebagian kecil yang hilang menjadi panas akibat gesekan dan lainnya, maka dikenal dangan adanya rugi daya (loses).

Gambar diatas menunjukkan perbandingan rugi daya pada kereta EMU ICE 3 dan kereta berlokomotif Re 465. Grafik diatas dibaca urut dari kiri mulai dari gear, motor, seterusnya hingga auxiliary.

Dari data gambar diatas, terlihat jelas bahwa motor traksi menyumbang loses yang paling besar. Gearbox meskipun bekerja secara mekanis, tetap memiliki loses meskipun kecil. Untuk mnghilangkan rugi – rugi gearbox, saat ini sedang dikembangkan metode direct drive. Dimana dengan metode ini, traction motor langsung terkoneksi ke axle. Kandidat motor traksi yang bisa dipakai dengan cara ini adalah permanent magnet motor(PMSM) dan transversal flux motor. Selain itu dari segi traction motor, PMSM juga menjadi unggulan karena dengan daya yang sama dengan motor induksi, PMSM memiliki dimensi yang lebih kecil, sehingga lebih ringan.

Dilihat dari segi trafo, EMU memiliki loses yang lebih besar daripada lokomotif. Hal ini karena, semakin besar transformer maka semakin efisien. Untuk itu, dalam pendesainan transformer sangat penting mempertimbangkan faktor effisiensi dan beratnya.

Selanjutnya kita tengok kereta berpenggerak disesel. Seperti telah dijelaskan pada artikel: Lokomotif Diesel, kereta berpenggerak diesel jenis lokomotif maupun multiple unit (DMU) memiliki tiga jenis trasmisi yaitu mekanik, hidrolik, dan elektrik. Telah dijelaskan diatas, bahwa transmisi adalah peralatan untuk konversi energi yakni dari energi gerak (putaran mesin diesel) menjadi energi gerakan roda kereta. Pernahkan kalian berpikir kira – kira jenis transmisi apakah yang paling effisien? Apakah mekanik, atau elektrik, ataukah hydrolic. Saya yakin banyak diantara kalian menjawab elektrik. Berikut jawabannya berdasarkan data dari DSB (Danish State Railways).


Berdasarkan data tabel diatas, terlihat jelas bahwa dengan menggunkan egine yang sama diperoleh effisiensi transmisi mekanik paling besar. Sedangkan effisiensi elektrik dan hydrolik sama(hampir sama). Effisiensi transmisi mekanik paling tinggi karena tahapan pengubahan energi gerak dari mesin diesel ke gerak roda kereta lebih sedikit daripada lainnya. Misalnya saja untuk transmisi elektrik, energi gerak mesin diesel untuk memutar generator, setelah itu listrik masuk traction inverter, traction motor, gerbox baru roda. Semakin banyak tahapan maka semakin banyak loses. Berikutnya ditinjau dari optimum engine load, dengan transmisi mekanik dan elektrik engine dapat bekerja di titik optimal itulah kenapa percepatan (akselerasi) pada kedua jenis transmisi ini lebih baik dari pada transmisi hidrolik. Terakhir dari segi regenerative braking (recuperation) jenis transmisi elektrik memiliki peluang yang paling besar.

Mungkin ada pertanyaan, jika transmisi mekanik memiliki efisiensi paling tinggi kenapa jarang dipakai? Hal ini karena transmisi mekanik tidak fleksibel dan berat. Untuk kereta dengan daya besar, transmisi mekanik memiliki massa yang besar membuat berat kereta semakin besar. Transmisi elektrik paling disukai kerena paling fleksibel. Energi pada transmisi elektrik diteruskan melalui kabel yang lebih fleksibel dalam penempatannya.

English title: Losses in Railway Converter

Artikel terkait:

Share:

Translate

Tentang Penulis

Tentang Penulis
[click foto utk detail]

Follow IG

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

Highlight

Dunia Kereta - Flywheel: Solusi Efisiensi Energi Kereta Listrik

Seperti telah kita pelajari bersama pada Sistem Propulsi Kereta Rel Listrik (KRL)  bahwa pada KRL memungkinkan tiga jenis pengereman yaitu ...

Flag Counter

Flag Counter