Upaya penghematan energi pada kereta api
telah banyak dilakukan. Selain dengan cara optimisasi desain dan sistem pada
rolling stock, cara lain yang sudah banyak dipakai adalah dengan memperbaiki
pola operasi kereta api. Bagaimana bisa pola operasi mempengaruhi konsumsi
energi? Sebagai contoh, kereta rel listrik (KRL) A dan B ketika melewati jalur
yang sama dari stasiun X menuju Y, apakah kita bisa memastikan konsumsi energi
kedua kereta sama?
Pola operasi sangat mempengaruhi
konsumsi energi. Pada contoh diatas, sudah dapat dipastikan bahwa akselerasi
atau percepatan dan pengereman kedua kereta tidak sama meskipun jalur yang
dilalui sama. Pola ini bisa dioptimiasi untuk dapat menekan konsumsi energi,
misalnya pada jarak sekian sampai sekian kereta harus akselerasi, kemudian
coasting, kemudian braking atau lainya. Sudah banyak penelitian dilakukan
tentang optimisasi energi kereta api berdasarkan pola operasi ini.
Untuk mendapatkan energi efisien pada
operasional kereta api maka ada beberapa hal yang perlu ditinjau yaitu:
penjadwalan, dwelltime, driving advice system, dan pemakaian lintas.
Selanjutnya, akan kita bahas satu demi satu secara ringkas dan padat.
Gambar. Pusat Kendali Lintas Kereta Api
(railtechnologymagazine.com)
Pertama penjadwalan. Secara teori, efisiensi energi yang tinggi pada kereta api akan diperoleh jika kecepatan rendah dan juga tidak berhenti ditengah perjalanan. Berhenti ditengah perjalanan, berarti akan ada akselerasi untuk menjalankan kereta api lagi yang memakan banyak energi. Akan tetapi, kenyataannya, penjadwalan kereta api lebih berpedoman pada penggunaan lintas untuk bisa mengangkut sebanyak mungkin penumpang. Untuk itu, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan driving advice system yang mana buffer time penjadwalan bisa diatur lebih fleksibel berdasar kondisi kepadatan lintas. Buffer time adalah waktu jeda antara jadwal satu kereta dengan kereta lain. Pada operasional KRL misalnya, ketika di jam luang maka buffer time antar kereta bisa diperbesar dan sebaliknya.Hal ini karena semakin lama waktu perjalanan, maka kereta api bisa berjalan pelan dengan energi yang minimum.
Kedua dwell time. Dwell time adalah waktu berhenti di stasiun. Waktu kedatangan kereta api di stasiun sangat memperngaruhi ketepatan jadwal. Sedangkan terjadinya delay berarti kemungkinan hemat energi berkurang. Delay bisa disebabkan oleh: problem pada kereta maupun lintas, jumlah penumpang keluar masuk kereta yang banyak, dan lamanya waktu penumpang mencari kereta sesuai tiketnya. Salah satu upaya untuk mengurangi kemungkinan delay ini adalah dengan memperbaiki platform stasiun sehingga penumpang bisa dengan mudah menemukan kereta yang akan dinaiki meskipun kondisi crowded.
Ketiga, driving advices system (DAS). Seperti dibahas sebelumnya bahwa buffer time merupakan kesempatan emas untuk dapat melakukan penghematan energi. Karena, dengan semakin banyak buffer time maka kereta dapat berjalan lebih pelan yang berkaitan degan konsumsi energi lebih rendah. Untuk bisa memanfaatkan buffer time dengan baik maka diperlukan driving advice system, yaitu sistem yang dapat menyarankan pola operasi yang paling effisien kepada driver atau masinis. Tanpa DAS, maka masinis hanya berpatokan pada jadwal, dalam artian masinis bisa memacu kereta sampai speed limit, kemudian ketika sampai lebih cepat di stasiun tujuan maka bisa istirahat sambil menunggu jam keberangkatan. Pola yang demikian berarti tidak bisa memanfaatkan buffer time dengan baik untuk menghemat energi. DAS yang terkoneksi secara online bisa memperkirakan dan memberi masukan masisnis tantang pola operasi yang paling hemat energi. Misalnya pada jarak tertentu kecepatan kereta harus diset berapa, pada jarak tertentu kapan kereta harus coasting, braking , dan sebagainya. Coasting adalah kondisi dimana kereta api berjalan meluncur karena traction motor dimatikan, ibaratnya motor yang kita lepas gas masih berjalan sendiri.
DAS sudah banyak dikembangkan, salah satunya di Jerman dengan sistemnya yang bernama ESF (Energiesparende Fahrweise). Sistem yang dikembangkan oleh German DB AG bekerjasama dengan Hannover University ini mampu memberikan saran kepada masinis kapan waktu yang tepat untuk coasting berdasarkan data lintas, data kereta, penjadwalan, posisi, dan waktu. Sistem ini sudah dibuktikan mampu memberikan penghematan energi hingga 5 % pada kereta German ICE.
Keempat, pemakaian lintas. Seperti dijelaskan sebelumnya, delay sangat dihindari dalam upaya penghematan energi pada kereta api. Kondisi saat ini adalah semakin banyak jumlah kereta dengan lintas yang terbatas. Bahkan di beberapa negara kapasistas lintas sudah mendekati limit. Sehingga terkadang terjadi kemacetan, dalam artian penumpukan kereta di persilangan dan menimbulkan delay. Salah satu cara untuk keluar dari masalah ini adalah dengan menggunakan sistem moving block signaling sehingga utilitas penggunaan lintas dapat lebih fleksibel. Cara lain adalah dengan mengintegrasikan semua kereta pada DAS sehinga kecepatan kereta bisa diatur dan tidak datang ke persilngan secara bersamaan.
Demikian pembahasan pada tema hemat energi dengan pengaturan pola operasi kereta api. Dapat disimpulkan bahwa penghematan energi dengan pola operasi dapat diwujudkan dengan menggunakan DAS, Driving Advice System. Semoga menambah pengetahuan dan bermanfaat.
English title: Energy Efficient Driving
Artikel terkait: